Presiden Jokowi Memberikan Gelar Pahlawan Tahun 2017
Profil 4 Tokoh yang Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Jokowi Tahun 2017
Penyerahan gelar yg berikan oleh Presiden Jokowi di Istana Negara |
Mediaviewfinder.tk - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada empat orang tokoh di Istana Negara, Kamis (9/11).
Keempat tokoh yang mendapatkan gelar pahlawan nasional antara lain:
1. Almarhum TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, tokoh dari Provinsi Nusa Tenggara Barat
2. Almarhumah Laksamana Malahayati, tokoh dari Provinsi Aceh
3. Almarhum Sultan Mahmud Riayat Syah, tokoh dari Provinsi Kepulauan Riau
4. Almarhum Prof. Drs. H. Lafran Pane, tokoh dari Provinsi D.I. Yogyakarta
Gelar Pahlawan nasional tersebut diberikan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 115/TK/TAHUN 2017 tanggal 6 November 2017 tentang Penganugerahan gelar pahlawan nasional. Penerimaan nganugerah gelar tersebut diwakili oleh ahli waris dari 4 tokoh tersebut.
Berikut adalah profil singkat keempat tokoh tersebut:
1. Almarhum TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
Mawlinisysyiikh Tuan Guru Kyai Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid lahir di Bermi, Pancor, Selong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, 5 Agustus 1898 – meninggal di Pancor, Selong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, 21 Oktober 1997 pada umur 99 tahun.
TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid adalah seorang ulama karismatis dari Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat dan merupakan pendiri Nahdlatul Wathan, organisasi massa Islam terbesar di provinsi tersebut. Di pulau Lombok, Tuan Guru merupakan gelar bagi para pemimpin agama yang bertugas untuk membina, membimbing dan mengayomi umat Islam dalam hal-hal keagamaan dan sosial kemasyarakatan, yang di Jawa identik dengan Kyai.
2. Almarhumah Laksamana Malahayati
Laksamana Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh . Nama lahirnya adalah Keumalahayati. Ayahnya bernama Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya dari garis ayahnya adalah Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah sekitar tahun 1530–1539 M. Adapun Sultan Salahuddin Syah adalah putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat (1513–1530 M), yang merupakan pendiri Kerajaan Aceh Darussalam.
Pada tahun 1585–1604, dia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.
Malahayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee (janda-janda pahlawan yang telah syahid) berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda tanggal 11 September 1599 sekaligus membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal. Dia mendapat gelar Laksamana untuk keberaniannya ini, sehingga ia kemudian lebih dikenal dengan nama Laksamana Malahayati.
Saat meninggal dunia, jasad Malahayati dikebumikan di bukit Krueng Raya, Lamreh, Aceh Besar.
3. Almarhum Sultan Mahmud Riayat Syah
Sultan Mahmud Riayat Syah atau disebut juga Sultan Alauddin Mahmud Syah II (meninggal 28 Januari 1874) adalah sultan ketiga puluh empat kesultanan Aceh. Ia memerintah pada tahun 1870 dan merupakan sultan terakhir yang memerintah Aceh sebelum invasi kolonial.
Ia adalah putra dari Sultan Sultan Sulaiman Syah (meninggal 1857) dari istri biasa. Ketika pamannya Alauddin Ibrahim Mansur Syah meninggal pada tahun 1870 tanpa meninggalkan putra mahkota, maka Alauddin Mahmud Syah diangkat menduduki tahta kesultanan meskipun pada saat itu ia masih dibawah umur. Ia menikah dengan Pocut Meurah Awan sebagai isterinya.
Tahta sultan yang masih kanak-kanak itu dijalankan oleh dewan penasehat yang terdiri dari anggota dewan yang utama Habib Abdurrahman Az-Zahir dan Pang Tibang. Kedua orang penasehat ini saling bertentangan satu sama lainnya, dimana Abdurrahman menganggap bahwa sudah saatnya Aceh membuka diri terhadap bangsa luar sementara Tibang bersikeras bahwa Aceh mestilah tetap bersikap independen dan tidak berkompromi dengan kolonial (dalam hal ini Belanda).
4. Almarhum Prof. Drs. H. Lafran Pane
Lafran Pane lahir di Padang Sidempuan, 5 Februari 1922. Kecamatan Sipirok adalah sebuah kecamatan yang terletak di kaki Gunung Sibualbuali, 38 kilo meter ke arah utara dari "kota salak" Padang Sidempuan, ibu kota Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Wafat pada tanggal 24 Januari 1991.
Lafran Pane dikenal sebagai pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tanggal 5 Februari 1947. Perihal perannya dalam HMI, Kongres XI HMI tahun 1974 di Bogor menetapkan Lafran Pane sebagai pemrakarsanya berdirinya HMI dan disebut sebagai pendiri HMI.
Selain dirinya, ada beberapa nama lain yang disebut sebagai pendiri HMI, antara lain: Kartono Zarkasy (Ambarawa), Dahlan Husein (Palembang), Siti Zainah (Palembang), Maisaroh Hilal (cucu pendiri Muhammadiyah KH.Ahmad Dahlan, Singapura), Soewali (Jember), Yusdi Gozali (Semarang, juga pendiri PII), M. Anwar (Malang), Hasan Basri (Surakarta), Marwan (Bengkulu), Tayeb Razak (Jakarta), Toha Mashudi (Malang), Bidron Hadi (Kauman-Yogyakarta), Sulkarnaen (Bengkulu), dan Mansyur. Lafran Pane sendiri menolak untuk dikatakan sebagai satu-satunya pendiri HMI.
Komentar
Posting Komentar